Urgensi Fiqih Muamalah: Sebuah Refleksi Pribadi di Tengah Realitas Ekonomi Modern

Pernahkah kita benar-benar bertanya, dari mana rezeki yang kita dapatkan setiap hari? Jujur, saya pun dulu tidak terlalu peduli. Selama uang itu halal menurut hukum negara, saya anggap cukup. Tapi semakin belajar, saya sadar bahwa dalam Islam, tidak semua yang dianggap legal itu otomatis halal. Terutama dalam urusan muamalah, atau cara kita bermuamalah dan bertransaksi setiap hari.

Rasulullah SAW pernah mengingatkan:

"Akan datang pada manusia suatu zaman, ketika seseorang tidak peduli akan apa yang dia ambil, apakah dari yang halal ataukah dari yang haram."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Kalau kita jujur, mungkin zaman itu sudah tiba. Di sekitar kita, riba sudah sangat umum. Kita terbiasa melihat cicilan berbunga, pinjaman online (pinjol), kartu kredit, dan leasing kendaraan. Bahkan mungkin sebagian dari kita ikut terjebak di dalamnya. Saya sendiri pernah mengalami, saat dulu mengambil leasing kendaraan tanpa memikirkan aspek syariahnya. Saya pikir semua orang melakukannya, jadi tidak ada masalah. Ternyata saya salah besar.

Islam mengajarkan bahwa muamalah bukan hanya soal suka sama suka, bukan sekedar “yang penting untung” atau “yang penting cepat.” Justru muamalah adalah bagian dari ibadah, dan setiap rupiah yang kita hasilkan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Allah SWT berfirman:

"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila... Dan barangsiapa yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."
(QS. Al-Baqarah: 275)

Ayat ini begitu menampar saya. Saya mulai bertanya, apakah saya benar-benar sudah menjauh dari riba? Apakah bisnis saya, rekening saya, transaksi saya, semuanya sudah sesuai syariat? Atau jangan-jangan saya masih terlilit debu-debu riba yang sulit saya lihat?

Yang membuat saya semakin sadar, ternyata tidak cukup kita rajin shalat, puasa, dan sedekah, kalau urusan muamalah kita rusak. Rasulullah SAW bahkan memperingatkan bahwa ada orang yang bangkrut di akhirat meski membawa banyak pahala shalat, puasa, dan zakat, karena di dunia dia memakan harta orang lain dengan cara yang tidak sah.

Itu artinya, muamalah yang batil bisa menghapus pahala ibadah kita. Ini bukan sekedar teori, ini tentang nasib kita di akhirat. Sangat serius.

Tapi Allah tidak membiarkan kita tanpa jalan keluar. Allah justru memberikan janji luar biasa kepada orang-orang yang mau berusaha meninggalkan yang haram, meski berat.

Allah SWT berjanji:

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya."
(QS. Ath-Thalaq: 2-3)

Ini yang akhirnya saya pegang. Saya mulai perlahan meninggalkan sistem konvensional dan belajar mencari solusi syariah, meski jalannya tidak selalu mudah. Tapi saya yakin, Allah pasti cukupkan.

Saya tahu mungkin Anda juga sedang dalam perjalanan seperti saya. Mungkin Anda sedang terjebak dalam sistem yang sama. Mungkin Anda sudah tahu, tapi belum siap meninggalkan riba. Tidak apa-apa, semua orang berproses. Yang penting kita mulai melangkah.

Kita tidak harus sempurna, tapi kita harus mau belajar dan memperbaiki diri.

Semoga Allah mudahkan jalan kita untuk mendapatkan rezeki yang halal dan berkah, dan semoga kita tidak termasuk orang yang bangkrut di akhirat karena kelalaian kita dalam bermuamalah.

Fery Setiawan

Yogyakarta, 15 Juni 2025 / 19 Dzulhijjah 1446 H